Menghadapi generasi Z, atau GenZ yang katanya tumbuh besar dengan akses tekhnologi digital yang maju. Yang serba dimudahkan, yang dimanja. Hal ini akan membentuk generasi yang maunya instan. Yang maunya seperti sulapan, saat ini mencari dan langsung dapat jawaban.
Hal ini dapat dengan mudah terpenuhi, apa tidak semakin manja generasi selanjutnya?? Didukung oleh tekhnologi yang terus bermunculan. Mau makan, tapi tidak mau proses masak yang lama. Gampang.. pesan layanan pesan antar. Dalam waktu 5 - 10 menit makanan tersedia. Dari contoh ini saja sudah menghilangkan berapa proses yang harusnya dilakukan. Dari mempersiapkan bahan makan, meracik bahan makan, kemudian mengolah, menunggu, menata dan menyajikan. setelah itu baru dinikmati. Semua proses tersebut terpangkas menjadi Pesan - bayar - makan
Dengan adanya layanan pesan antar makanan, hilang beberapa proses yang seharusnya mungkin dapat membentuk karekter seseorang, bahwa setiap menginginkan sesuatu itu membutuhkan usaha, membutuhkan proses. Hilang 1(satu) karakter, SABAR.
Dari aplikasi gawai pintar, sekolah, guru-guru memanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran. Menyampaikan materi melalui link, siswa/i tinggal klik link muncul lah video pembelajaran. Sukur-sukur videonya original, buatan sendiri. Jika videonya mengambil dari video orang lain, tidak masalah sebenarnya... tapi bukankah itu jadi contoh untuk anak-anak kita, tidak perlu lho originalitas.
Ditambah lagi kemudahan untuk mencari jawaban dari AI, tidak perlu lagi membaca dari berlembar-lembar buku untuk merangkum jawaban yang dicari. Tidak lagi terlihat siswa-siswi duduk berjam-jam di ruangan perpustakaan hanya untuk mencari reverensi. Mereka menyingkat kegiatan tersebut dengan mengetikkan pada gawainya, petunjuk apa yang diinginkan, AI akan bekerja untuknya. Muncul semua jawaban yang diinginkan. Masuk akal jawabannya?? Bahkan lebih dari masuk akal. Disertai dengan sumber-sumbernya.
Ketika waktunya belajar, sudah dibaca bukunya? Jawabannya udah ketemu ma, ada di ChatGPT. Aku tidak perlu baca bukunya. Padahal, secara teorinya membaca akan memperluas wawasanmu, menuliskan akan memperkuat ingatanmu. Apakah itu buruk? Jawaban saya, Tidak buruk. Jangan menentang tekhnologi. Bertemanlah dengan tekhnologi. Manfaatkan, ambil yang menguntungkanmu.
Saat ini mading disekolah kami, sepi dari gambar-gambar karya siswa. Sedih?? pasti. Hilang kemana mereka? Hilang kemana karya-karya itu? Tergantikan dengan ulikan siswa yang menggambar di ponselnya.. keren ya.. Bukan kah bisa dicetak? Iya benar. bisa dicetak. Bukan itu point yang saya inginkan. Saya terlalu memaksa?? YA. saya rindu aroma pensil warna, saya rindu goresan-goresan cat air, saya rindu arsiran-arsiran pensil. Tergantikan oleh printing karya siswa.
Setelah saya telusuri, apakah mereka masih bisa menggambar di buku gambarnya? BISA. Lantas kenapa tidak lagi dilakukan, LAMA. Untuk menggambar di buku gambar, harus dibuat sketsa nya terlebih dahulu, jika salah, harus dimulai lagi dari awal. Jika menggunakan buku gambar, canvas di gawainya, sudah ada fitur-fitur yang bisa dimanfaatkan. Jika salah tinggal tekan undo, mudah sekali klik. Hasilnya bisa di cetak juga, bisa disimpan juga.
Berawal dari contoh-contoh tersebut, tindakan normalisasi menjiplak jawaban temannya dengan alasan memang jawabannya seperti itu... akan mematikan kreatifitas, mematikan daya pikir siswa, mematikan kemampuan untuk menyampaikan pendapat. Bagaimana kurikulum menuntut untuk proses pembelajaran sampai pada menganalisis, sampai pada mencipta. Saya rasa ini terlalu jauh
Mereka bisa mencipta, tapi... menjiplak dari video orang lain. Mereka bisa berkreasi, tapi mencontoh hasil orang lain. Apakah boleh??? BOLEH. Tapi... mari diimbangi dengan peran pendidik.. Arahkan bahwa tekhnologi, video-video, sumber bacaan hanya sebagai tambahan reverensi. Arahkan dengan sedikit sentuhan, paksa untuk menyampaikan pendapat, paksa untuk menuliskan ulasan. Ditakuti siswa karena saya galak?? Heiii saya bukan ibu peri yang akan menghalalkan segala cara..
Anak-anak kita saat ini, banyak yang haus kasih sayang, haus perhatian. Dipenuhinya fasilitas orang tua, bukan berarti semua kebutuhan anak-anak kita tuntas terbayarkan. Percayakah jika ada anak yang sengaja menunggu gurunya untuk sekedar potong kuku. Percayakah jika ada anak yang dengan sengaja memamerkan mainan yang dibawa padahal anak tersebut usia 12 - 15 tahun?? Percayakan jika ada anak yang datang menghampiri hanya untuk menerima pelukan dipagi hari... Hei.. mereka punya orang tua lho dirumah?? Apa yang membuat semua itu terjadi???
Selamatkan generasi dari cacatnya proses. Proses tidak dapat dihindari, jadilah tangguh dengan terus berproses yang akan membentuk watak dan karakter. Terus berproses untuk menjadi kuat, keras dipermukaan, tidak mudah tergoyahkan, tetapi tetap memiliki hati yang lembut. yang penuh kasih dan sayang terhadap sesama.
#salamwaras
#ikhlasberamal
#anastasiamenulis